angkasa astronot bekerja lingkungan luar mental terisolir
Terisolir Tanpa Tertekan? Mungkin Akan Bisa!
Dirilis Kamis, 22 April 2021
oleh Emil Fahmi Yakhya
Seperti yang diketahui dari berbagai literatur, astronot yang menghabiskan waktu lama di luar angkasa akan rentan menghadapi stres. Tentunya, ini juga belum lagi ditambah penyesuaian dengan kehidupan bumi yang gravitasinya 9,8 m/s2.
Menariknya, ternyata kerentanan terhadap stres para astronot cukup mirip dengan para pekerja yang bekerja di lingkungan ekstrim. Sebut saja seperti Antartika atau Vladivostok. Siklus panjang yang menekan seperti lingkungan terisolir, kurangnya privasi, tidak jelasnya siklus matahari yang dirasakan, monoton, jauh dari keluarga, ternyata kemiripan tersebut dampaknya mirip.
Indikator-indikator seperti meningkatnya hormon kortisol, berkurangnya fungsi kognitif, dsb. menjadi perhatian peneliti kesehatan mental dari University of Houston. Harapannya, dengan diketahui lebih awal kemiripan permasalahan ini maka komunitas dunia bisa memulai penyelesaian masalah kesehatan mental dan emosi bagi para pekerja di lingkungan terisolir. Mungkin memang sulit mengukur dampak kerusakan mental dari bekerja di luar angkasa. Namun, dengan ditemukannya kemiripan tersebut tentunya umat manusia bisa mempersiapkan penanganan preventif yang tentunya akan meningkatkan kesuksesan misi-misi eksplorasi luar angkasa.
Nah, dengan kemajuan riset kesehatan mental, pembaca tertarik kah bekerja sebagai astronot atau bekerja di tempat terpencil untuk waktu lama? Hehe.
Referensi: Candice A. Alfano, Joanne L. Bower, Christopher Connaboy, Nadia H. Agha, Forrest L. Baker, Kyle A. Smith, Christine J. So, Richard J. Simpson. Mental health, physical symptoms and biomarkers of stress during prolonged exposure to Antarctica's extreme environment. Acta Astronautica, 2021; 181: 405 DOI: 10.1016/j.actaastro.2021.01.051