menggaruk reputasi transaksional membangun kerja hubungan punggung
Baguskah Jadi Transaksional?
Dirilis Sabtu, 15 Mei 2021
oleh Emil Fahmi Yakhya
Sulit untuk tidak, alasannya karena fitrah psikologi manusia yang selalu memperhitungkan timbal-balik dari suatu hubungan yang terjadi.
Betul, manusia adalah makhluk sosial yang membangun peradaban ini dengan kerja sama. Namun, di sisi lain kerja sama tersebut dibangun atas fondasi timbal balik. Istilahnya, konsep garuk punggung yang artinya manusia hanya akan membantu menggaruk punggung, apabila orang lain akan menggaruk juga punggungnya yang gatal.
Nah, permasalahannya di sini pasti harus ada salah satu yang memulai untuk menggaruk. Bila saling tunggu bisa-bisa tidak ada yang menggaruk punggung satu sama lain. Oleh karenanya, dalam konsep kerja sama ini ada faktor reputasi yang menjadi penentu. Ketika ada dua pihak yang ingin bertransaksi, bisa dipastikan mereka akan saling menilai dengan reputasi terutama yang memberikan penawaran lebih dahulu.
Bila kita ingin mendapatkan sesuatu dari orang lain, cara yang pasti adalah dengan memberi lebih dahulu baru meminta. Tanpa ada memberi lebih dulu, satu-satunya yang bisa diberikan adalah reputasi. Sedangkan, reputasi ini bersifat abstrak dan tidak bisa dinilai serta tiap individu memiliki persepsi yang berbeda atas lawan transaksinya.
Transaksional banget dong?
Betul, itulah fitrahnya manusia. Walaupun terkesan jahat, itulah yang membuat manusia bertahan selama puluhan ribu tahun di muka bumi. Hubungan ini membangun kultur berhitung untung-rugi lebih dulu, sehingga spesies kita bisa mendapatkan manfaat bersama dalam jangka yang lebih panjang.
Jadi, transaksional gak jelek-jelek aman kan?
Hehe.
---
Referensi: Laura Schmid, Krishnendu Chatterjee, Christian Hilbe, Martin A. Nowak. A unified framework of direct and indirect reciprocity. Nature Human Behaviour, 2021; DOI: 10.1038/s41562-021-01114-8